YOGYAKARTA – Implementasi program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (G7KAIH) dihadapkan pada tantangan berat di era digital. Membangun karakter anak bukan sekadar proses pengajaran, namun bagaimana menjaga konsistensi dan fokus anak di tengah derasnya gangguan digital yang tidak terkontrol.
Menyikapi hal ini, Sekretaris Majelis Dikdasmen PNF PWM DIY, Fathur Rahman menilai, pentingnya penguatan karakter melalui kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan pemanfaatan teknologi secara bijak sebagai alat pendukung, bukan penghambat.
Ia menyebut, kepuasan menggunakan gawai dan bermedia sosial membuat anak cenderung menginginkan hasil serba cepat. Akibatnya, penerapan G7KAIH yang menuntut olah fisik dan olah jiwa, sering terdistraksi konten digital yang instan tanpa proses maupun kerja keras.
“Bahkan, interaksi sosial secara langsung sebagai fondasi membangun karakter empati, kerja sama dan komunikasi efektif juga kerap tergantikan komunikasi virtual yang lebih dangkal,” tuturnya.
Tiga Prioritas Karakter Dasar
Menurut Dosen Bimbingan Konseling (BK) UNY itu, ada tiga kebiasaan dasar membangun karakter anak yang perlu diprioritaskan sejak usia dini dan memiliki dampak terbesar pada perkembangan anak.
Baca Juga: ISMUBA Adalah Karakter Pelajar Muhammadiyah
Ketiganya meliputi karakter disiplin bangun pagi dan tidur cukup, pola makan sehat dan bergizi dan keterlibatan sosial dalam aktivitas kemasyarakatan.
“Secara psikologis, pola tidur sehat membantu menstabilkan ritme sirkadian yang meningkatkan konsentrasi, memori dan regulasi emosi pada anak,” terangnya.
Sedangkan kebiasaan makan sehat dan bergizi, berperan penting pada perkembangan otak, daya tahan tubuh dan motivasi belajar. Dengan kebutuhan dasar terpenuhi, anak akan lebih siap mengembangkan potensi, baik akademik maupun nonakademik.
Sebab, lanjut Fathur, anak yang sehat secara fisik lebih mampu mengelola emosi dan fokus saat belajar.
“Melibatkan anak bermasyarakat sejak dini akan membantu mereka membangun relasi yang sehat, belajar empati, kerja sama dan menghargai perbedaan,” imbuhnya.
Tiga Strategi James Clear Membangun Karakter Anak
Dalam prosesnya, Fathur mendorong, peran guru sebagai model, fasilitator dan motivator bisa lebih kreatif dan reflektif. Salah satunya lewat pembelajaran berbasis pengalaman dan memberi umpan balik positif.
Baca Juga: Kepala Sekolah dan Guru SMA Muhi Raih Penghargaan di Seminar Gerakan Literasi Yogyakarta 2025
Merujuk gagasan James Clear dalam buku Atomic Habits, Fathur memaparkan, setidaknya ada tiga strategi sederhana membangun karakter anak.
Pertama, fokus pada kebiasaan kecil yang mudah dilakukan, sehingga anak terdorong mempraktikkan kebiasaan baik itu dalam kehidupan sehari-hari tanpa merasa terbebani.
Kedua, menjadikan kebiasaan terlihat dan memuaskan. Misalnya melalui pengingat visual dan memberi apresiasi, agar anak sadar dan termotivasi melakukan secara konsisten.
Ketiga, fokus pada identitas, bukan sekadar berorientasi pada hasil. Dorong anak melihat dirinya sebagai pribadi proaktif, disiplin dan peduli. Sehingga, setiap tindakan kecil menjadi bagian dari jati diri mereka.
“Membentuk karakter bukan lagi sekadar transfer ilmu, tetapi perlu strategi kolaboratif antara guru, keluarga dan teknologi sesuai perkembangan zaman,” pesannya. (guf)

