Delapan peserta didik SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta (SMA Muhi) berhasil menaklukkan puncak Gunung Rinjani, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Pendakian yang berlangsung dari 24 Juni – 4 Juli 2025 ini dilakukan melalui jalur Sembalun-Torean, melibatkan anggota ekstrakurikuler Tafakkur Alam (Falahi) SMA Muhi.

Kegiatan ini diikuti oleh delapan siswa kelas XI dan XII yang terpilih dari 71 pendaftar setelah melalui seleksi. Mereka didampingi oleh tiga guru pendamping. Pendakian ini merupakan puncak dari 11 kali pertemuan yang diisi materi di ruangan dan simulasi lapangan. Rombongan pendaki tiba kembali di Yogyakarta pada Jumat, 4 Juli 2025, pukul 15.00 WIB melalui Stasiun Lempuyangan.

Muhammad Aalim, salah satu guru pendamping Falahi SMA Muhi, menjelaskan bahwa pendakian ini bukan sekadar petualangan biasa. “Ini menjadi sarana konkret untuk menumbuhkan sepuluh karakter utama, seperti kepekaan sosial, kepemimpinan, tanggung jawab, serta manajemen waktu dan penguasaan teknik mountaineering,” ujarnya.

Aalim menambahkan, pihaknya ingin membentuk pribadi yang tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga matang secara emosi dan bijaksana dalam bertindak.

“Delapan peserta didik terpilih melalui seleksi ketat meliputi kemampuan dasar (lari 7 km, basic medis, basic survival, packing, logistik, dan pemahaman jalur serta medan). Selain itu, ada seleksi penulisan esai motivasi dan wawancara. Kami berangkat ke Lombok menggunakan jalur laut via Pelabuhan Gilimas Lembar–Tanjung Perak Surabaya,” jelas Aalim.

Senada dengan itu, Sri Subekti, S.Pd, staf kesiswaan SMA Muhi, menekankan bahwa pemilihan peserta didasarkan pada fisik dan komitmen yang kuat. “Kegiatan ini dirancang agar siswa bisa belajar dari tantangan langsung di alam, bukan hanya teori di kelas. Pendakian Rinjani menjadi momentum untuk menguji sekaligus memperkuat karakter mereka sebagai pelajar yang tangguh dan adaptif,” tutur Subekti.

Lebih lanjut, Kepala SMA Muhi, Drs. H. Herynugroho, M.Pd, menyatakan rasa bangganya atas kerja keras tim Falahi. Ia menyoroti besarnya manfaat mendaki gunung bagi pembentukan karakter siswa.

“Kegiatan ini bukan sekadar berjalan di alam terbuka, bukan hanya tentang menaklukkan ketinggian, tetapi tentang proses membentuk jiwa yang tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab,” ungkap Herynugroho.

Menurutnya, dalam pendakian, siswa belajar menahan ego, saling membantu, menjaga kekompakan, serta beradaptasi dengan lingkungan yang menantang. “Semua itu adalah pelajaran nyata yang tidak selalu bisa diperoleh di dalam kelas. Di tengah keterbatasan dan kelelahan, akan tumbuh nilai kedisiplinan, kesabaran, keberanian, dan kepedulian terhadap sesama,” tambahnya.

Herynugroho juga menekankan bahwa mendaki gunung mengajarkan bahwa segala sesuatu membutuhkan proses dan perjuangan. “Semoga melalui kegiatan seperti ini, terbentuk generasi muda yang kuat secara fisik, mental, dan moral. Siswa yang tidak mudah menyerah, siap menghadapi tantangan hidup, dan tetap rendah hati di mana pun mereka berada,” harapnya.

Sumber berita : Yusron Ardi darmawan, M.Pd