YOGYAKARTAMajelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen PNF) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) D.I. Yogyakarta resmi menjalin kerja sama dengan Marshall Cavendish Education (MCE) Singapura. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) berlangsung pada Kamis pagi (25/6) di Aula PWM DIY, dan diikuti oleh 21 sekolah Muhammadiyah dari jenjang SD hingga SMK.

Hadir dalam acara tersebut Ketua Dikdasmen PNF PWM DIY, Achmad Muhamad, M.Ag, bersama Bidang Kelembagaan dan Kerja sama, Suprihandono, M.M., Mr. Bernard Liang, serta Mr. Soon Jinn Lim selaku Head of Education, Marshall Cavendish Education, Singapura.

Ketua Majelis Dikdasmen PNF PWM DIY, Achmad Muhamad, dalam pengantarnya mengatakan bahwa kemitraan ini menjadi bagian dari transformasi pendidikan Muhammadiyah yang selalu berpijak pada perkembangan zaman dan kebutuhan masa depan. Melalui kerja sama tersebut, sekolah-sekolah Muhammadiyah siap mengimplementasikan pembelajaran berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan coding.

“Kita memasuki era baru di mana anak-anak tidak bisa dipisahkan dari teknologi kecerdasan buatan. Maka, Muhammadiyah harus siap agar tidak tertinggal. Kami ingin siswa Muhammadiyah tidak hanya unggul secara akademik, tapi juga memiliki literasi teknologi yang mumpuni,” ujarnya.

Achmad menambahkan, pihaknya berharap sekolah Muhammadiyah DIY bisa menjadi pelopor dalam pemanfaatan teknologi pendidikan dan memberikan dampak positif yang lebih luas. “Dari Yogyakarta, kami mulai gerakan ini. Harapannya, sekolah-sekolah Muhammadiyah di seluruh Indonesia dapat ikut serta,” harapnya.

Adapun produk edukasi digital yang akan diperkenalkan yaitu E-Books Digital English Campus with Scribo, E-Book Coding Program, serta E-Books AI for Mathematics. Sementara implementasi program mencakup pelatihan guru serta penerapan modul pembelajaran.

Majelis Dikdasmen PNF PWM DIY dan 21 Sekolah Muhammadiyah DIY Foto bersama dengan dengan Marshall Cavendish Education, Singapore (Dok. dikdasmenpnfpwmdiy)

Perwakilan MCE Indonesia, Tri Turturi, menjelaskan bahwa pihaknya akan memberikan pendampingan intensif terutama selama tiga bulan pertama agar guru dan siswa dapat beradaptasi dengan baik.

“Kami paham integrasi teknologi seperti AI ke dalam kurikulum bukan hal mudah. Oleh karena itu, kami dari MCE siap mendampingi secara intensif terutama dalam tiga bulan pertama. Ini masa adaptasi yang penting agar guru dan siswa merasa nyaman dan paham dalam penggunaannya,” ujarnya.

Di Jawa Timur, lanjut Tri, kami memulai dengan satu program AI. Sementara di Yogyakarta langsung lima program diadopsi sekaligus. Sehingga ia menilai, sekolah Muhammadiyah DIY memiliki komitmen luar biasa terhadap transformasi digital pendidikan.

Lebih lanjut, Head of Education MCE Singapura, Mr. Lim Soon Jin, dalam sambutannya menekankan pentingnya membekali generasi muda dengan keterampilan abad ke-21. Baginya, dunia pendidikan harus selalu adaptif terhadap perubahan.

“Hari ini kita bicara tentang AI, besok mungkin ada teknologi baru. Karena itu, kemampuan untuk terus belajar adalah hal terpenting. Di Singapura, kami menyebutnya lifelong learning. Bahkan ayah saya yang berusia 75 tahun masih belajar keterampilan baru karena pemerintah memberikan dana tahunan untuk belajar apa saja, dari coding hingga keterampilan rumah tangga,” ungkapnya.

Lim Soon Jin juga menambahkan bahwa dengan teknologi AI, guru tidak hanya menjadi pengajar tetapi juga fasilitator pembelajaran personal. “Dengan teknologi AI, guru tak lagi sekadar menjadi pengajar, tapi juga fasilitator pembelajaran yang dipersonalisasi. AI mampu memberikan umpan balik real-time dan membantu guru memahami kebutuhan individual siswa,” tutupnya. (guf)