YOGYAKARTA – Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (PWM) resmi melantik lima Kepala SMA Muhammadiyah untuk masa jabatan 2025–2029. Prosesi pelantikan ini berlangsung khidmat di Ruang Aula Utama PWM DIY pada Jumat siang, (24/10).
Kegiatan diawali pembacaan Surat Keputusan PWM DIY tentang pengangkatan kepala sekolah, dilanjut pengucapan janji jabatan. Pelantikan ini dipimpin langsung oleh Dr. Muh Ikhwan Ahada, S.Ag., M.A. selaku Ketua PWM DIY.
Pada kesempatan ini, turut hadir Wakil Sekretaris PWM DIY, Dr. Farid Setiawan, S.Pd., M.Pd.I., Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF PWM DIY, Achmad Muhamad, M.Ag., Drs. Sarjono, M.Si. selaku Bendahara, serta tamu undangan.
Adapun kepala sekolah yang dilantik yaitu Lustia Bekti Rohayati, S.Hum., M.Pd. (SMA Muhammadiyah Piyungan), Ahmad Nurdin Kholili, S.Th.I., M.S.I. (SMA Muhammadiyah Muh. Daarul Khoir), Rekno Widhiasih, S.Pd. (SMA Muhammadiyah Pakem), Ika Ari Yuliani, M.Sc. (SMA Muhammadiyah 1 Sleman), dan Alfi Uswatul Husna, S.Pd. (SMA Muhammadiyah Kalasan).
Ikhwan Ahada, dalam amanahnya mengingatkan, pendidikan merupakan salah satu dari misi profetik, (misi kenabian) yang paling utama. Termasuk misi para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw.
“Oleh karena itu, Kiai Ahmad Dahlan menjadikan pendidikan sebagai salah satu pilar utama dalam memberdayakan umat. Langkah tersebut menjadi keputusan yang sangat tepat,” ujarnya.
Mengutip teori The Modular Man yang dikemukakan Alvin Toffler, Ikhwan menjelaskan, kehidupan manusia di masa mendatang akan berjalan secara algoritmis dan cenderung dikuasai teknologi.
“Kehidupan manusia berjalan seperti mesin, menjadi mekanik sekali, bangun tidur, bekerja, tidur lagi, dan begitu seterusnya. Menjadikan perjalanan hidup manusia seolah-olah bersifat modular,” paparnya.
Dampaknya, lanjut Ikhwan, saat ini banyak anak-anak terjebak dalam kebahagiaan semu (hedonic happiness). Kebahagiaan yang hanya berorientasi pada kepuasan sesaat. Sehingga, fenomena ini menjadi tantangan pendidikan di tengah perubahan zaman yang serba digital dan individualistik.
“Tugas kita mengubah orientasi anak-anak dari hedonik menjadi eudaimonik, dari kebahagiaan sesaat menuju kebahagiaan berjangka panjang dan bermakna,” ucapnya.
Selaras kebijakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti tentang pembelajaran mendalam (deep learning) dengan tiga prinsip utama. Yakni meaningful learning, mindful learning, dan joyful learning.
Ikhwan berharap, gagasan tersebut akan berdampak dalam membentuk peserta didik yang tidak hanya pintar secara akademis, tapi juga menyentuh makna hidup.
“Mau tidak mau, karena sesungguhnya anak-anak ini milik zamannya kemudian hari. Kalau pembelajaran bermakna, penuh kesadaran, dan menyenangkan benar-benar diterapkan, dampaknya akan besar bagi generasi kita di masa depan. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang unggul dan mampu bersaing di dunia global,” pesannya.
Pihaknya juga berharap, kepala sekolah Muhammadiyah mampu membimbing peserta didik sekolah/madrasah Muhammadiyah menuju kebahagiaan yang berakar pada makna, nilai, dan amal saleh.
“Tugas ini memang berat, tapi saya yakin, Muhammadiyah dengan 4M, meneguhkan akidah, meluruskan ibadah, mengoptimalkan amal saleh salihah dan menggembirakan dalam berjamaah mampu menjawab tantangan itu,” tutupnya. (guf)
