SMA Muhammadiyah 1 (SMA Muhi) Yogyakarta menggelar Seminar Nasional dengan tema “Ragam Pendekatan Konseling Baru dan Modifikasi perubahan Perilaku Peserta Didik” pada Kamis (14/9/2023). Seminar ini dilaksanakan secara luring pada pukul 08.00 – 11.30 di Grha Assakinah SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Dalam seminar kali ini, SMA Muhi mengundang dua pakar Bimbingan Konseling yakni Rahmatika Kurnia Romadhani, M.Psi., Psikolog sekaligus Dosen Program Studi Psikologi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang akan memaparkan materi tentang Prinsip Dasar Perubahan Perilaku Peserta Didik. Pembicara kedua adalah Dr. Dody Hartanto M.Pd., Dosen Bimbingan Konseling UAD Yogyakarta yang menyampaikan materi tentang Ragam Pendekatan Konseling Baru di Era GELATO (Generasi Less Action Talk Only). Kegiatan ini diikuti oleh 200 Guru SMP/MTs. dari berbagai daerah.
Kepala SMA Muhi Drs. H. Herynugroho, M.Pd., dalam sambutannya mengucapkan selamat datang kepada para Guru BK yang berasal dari SMP/MTs. di wilayah DIY dan sekitarnya. Drs. H. Herynugroho, M.Pd., menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian Milad ke-74 SMA Muhi. Kegiatan ini dibuka oleh Ketua Majelis Dikdasmen & PNF PWM DIY, Achmad Muhamad, M.Ag. Menurut Achmad Muhamad, M.Ag., guru BK berperan penting sebagai pembimbing siswa untuk bisa mengenal diri sendiri, memfasilitasi perkembangan dan pertumbuhan, penyesuaian diri, serta pengembangan potensi dan minat belajar siswa secara optimal.
Adapun Rahmatika Kurnia Romadhani, M.Psi., menyebutkan bahwa perubahan perilaku merupakan sebuah respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Ada Enam tahap dalam perubahan perilaku meliputi pre-contemplation, contemplation, preparation, action, maintenance, dan re-lapse. “Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam diri peserta didik. Misalnya, siswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri siswa tersebut,” papar Rahmatika Kurnia.
Teori perubahan perilaku yang paling umum adalah teori behavioristik. Teori ini menyatakan bahwa perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan respon. Peran guru BK menjadi bagian integral dari setiap sekolah, yang bertanggung jawab dalam menangani berbagai kasus di lingkungan sekolah. Peran guru BK sangat penting dalam pengawasan sekolah dan memastikan bahwa setiap perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan pendidikan nasional.
Peran Guru BK dalam konteks formal diatur secara jelas oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1 ayat 6 undang-undang tersebut menyatakan bahwa peran Guru BK yang berkualitas sebagai Konselor adalah berpartisipasi dalam pelaksanaan pendidikan. “Tujuan utama mengontrol perubahan perilaku adalah menciptakan kondisi ideal dalam sekolah yang sejahtera. Selain itu, bimbingan dan konseling di sekolah juga dapat meningkatkan hubungan sosial, baik dalam konteks lingkungan pembelajaran, hubungan antara siswa dan guru, hubungan pertemanan di sekolah, dinamika kelompok, maupun kerjasama antara sekolah dan orang tua di rumah,” pungkas Rahmatika Kurnia.
Menurut Dr. Dody Hartanto, M.Pd., pada era milenial ini dibutuhkan banyak pendekatan untuk konseling siswa. Pendekatan tersebut antara lain psikoanalisis, konseling berpusat pribadi, konseling behavior, konseling rasional-emotif behavior, konseling realitas, dan konseling ringkas berfokus solusi, serta konseling trait & factor. Pendekatan konseling yang terbaru di era milenial ini misalnya konselor sebaya. Konselor sebaya untuk generasi milenial diharapkan dapat mengubah tingkah laku teman sebaya generasi milenial lainnya melalui relasi secara digital dan konvensional. Konseling sebaya di era 4.0 menuntut perubahan sesuai dengan kebutuhan generasi milenial. Konselor sebaya diharapkan mampu mengarahkan konseli berpikir kritis, analistis dalam penyelesaian masalah yang mereka hadapi.
Layanan konseling sebaya pada hakekatnya membantu perkembangan konseli secara optimal. Konselor sebaya juga dituntut menguasai berbagai teknik dan pendekatan sederhana yang dapat melayani keberagaman kebutuhan generasi milenial. “Generasi mellinial berhubungan sosial menggunakan teknologi digital dan sistem siber (cyber system). Hubungan sosial tidak dibatasi oleh ruang dan waktu serta orang dari berbagai lapisan sosial. Guru BK harus akselerasi agar tidak tertinggal zaman dan bisa mendampingi siswa sesuai zamannya,” ungkap Dody Hartanto.
Penanggung jawab: Yusron Ardi darmawan, M.Pd
Editor: Syauqi